Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?

Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT? - Hallo sahabat Indonesia Membaca, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Bayar, Artikel Lapor SPT, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?
link : Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?

Baca juga


Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?

Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT? Mungkin pertanyaan itu  pernah terlintas di benak pembaca atau memang sedang mencari jawabannya? Bagi Wajib Pajak pada umumnya beranggapan bahwa pelaporan pajak itu rumit, ribet, dan menyusahkan, apalagi bagi karyawan yang pajaknya sudah dipotong oleh pemberi kerja/perusahaannya, kan  pasti sudah disetorkan, jadi buat apa mesti lapor SPT?


Dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sistem perpajakan di Indonesia adalah self assesment system, dimana negara memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk mendaftar, menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya.

Intinya, demi asas keadilan, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajaknya. Kalau jaman dulu sekali, perhitungan pajak ditentukan oleh pegawai pajak, dengan adanya self assessment system ini Wajib Pajak suruh ngitung sendiri, habis itu disetor sendiri ke bank. Kenapa begitu? Ya karena yang ngerti kondisi usaha, penghasilannya berapa itu kan Wajib Pajak sendiri, bukan pemerintah.

Dari situ, sudah jelas bahwa sebagai Wajib Pajak memiliki kewajiban selain setor juga mempunyai kewajiban lapor SPT.

Kewajiban yang pertama, setor, bisa dilakukan dengan dua cara :

  1. setor sendiri, umumnya ini dilakukan oleh wajib pajak yang punya usaha sendiri
  2. disetorkan oleh pihak lain, contohnya pajak karyawan yang pembayarannya dipotong melalui perusahaan/pemberi kerja.

Sarana untuk setor pajak adalah SSP (Surat Setoran Pajak). SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pàjak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan menggunakan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan (PER-38/PJ/2009 pasal 1). Inget ya… SSP ini dibayarkan ke bank atau kantor Pos, bukan ke kantor pajak, apalagi ke pegawai pajak, jadi pastikan tidak tertipu oleh konsultan pajak palsu atau oknum pegawai pajak yang mengaku bisa dimintai tolong membayar pajak. Kalau masih nemu yang kayak gini laporkan aja ke kring pajak 021-500200 atau sarana pengaduan lainnya.

Setelah membayar pajak, pastikan menerima arsip/struk bukti pembayaran pajak serta senyum manis dari teller Bank / Kantor Pos dimana kita membayar pajak. Simpan dengan baik karena sehelai kertas tersebut bernilai uang bagi para petugas pajak semacam Account Representative, Pemeriksa Pajak atau Jurusita Pajak. Bukan uang tunai yang mereka cari, tetapi arsip salinan pembayaran pajak yang bernilai emas bagi mereka. Menyimpan arsip pembayaran selama beberapa tahun berguna sekali apabila kita hendak pindahbuku, atau klaim ke Kantor Pajak apabila ternyata pembayaran pajak kita terlalu besar.

Setelah bayar, anda melaporkannya ke kantor pajak. Kenapa harus melapor?, bukankah data pembayaran pajak ke bank juga nantinya dilaporkan ke kantor pajak juga. Bukankah ini adalah eranya online? Sabaar ya... Pertanyaan ini pasti terjawab...Lanjut dulu ya ke kewajiban yang kedua.

Kewajiban yang kedua adalah lapor, menurut undang-undang pajak, laporan ini pada dasarnya mencakup tiga hal:

  1. Pembayaran pajak, baik yang dibayar sendiri atau yang dipotong pihak lain;
  2. Penghasilan; dan
  3. Harta dan utang

Dalam SSP, tidak ada rincian penghitungan pajak yang dibayarkan tersebut, misalnya PT. X10 bayar PPh 21 sebesar Rp. 10.500.000,-.  Angka pajak ini itung-itungannya dari mana kan kantor pajak ga pernah tau kalau ga da laporan, berapa orang pegawai yang diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), masing-masing pegawai itu dipotong PPh 21 berapa aja, berapa orang pegawai yang dibawah PTKP, total jumlah gaji yang dibayarkan dan sebagainya, semuanya hanya ada dalam laporan pajaknya.

Nah trus untuk pegawai yang dipotong PPh 21, yang dilaporkan sama pemberi kerja itu kan cuma gaji dari pemberi kerja/perusahaan dan pajaknya, tidak menyebutkan penghasilan kita yang dari luar usaha sebagai pegawai tersebut, kan bisa saja kita punya usaha online, atau punya warung dirumah misalnya, juga tidak menyebut harta sama utang kita.

Loh kok kenapa harta dan utang juga harus dilaporkan?

Biasanya saat menerima penghasilan, yang pertama kali dilakukan adalah melakukan konsumsi. Setelah konsumsi selesai dilakukan, ada dua hal yang mungkin terjadi:

  • Gajinya masih tersisa, akhirnya berwujud harta
  • Gajinya kurang, terpaksa ngutang

Artinya jumlah harta dan utang bisa dijadikan salah satu ukuran, apakah penghasilan yang dilaporkan ke kantor pajak itu sudah benar atau belum, wajar atau tidak.

Nah, sarana untuk lapor itulah yang dinamakan SPT. Apa itu SPT? SPT merupakan kepanjangan dari Surat Pemberitahuan. Pembaca bisa mengkritisinya kenapa tidak disingkat menjadi SP atau SPt (dengan t bukan T). Saya tidak akan membahasnya karena dalam Undang-undang dan peraturan turunannya, penulisan Surat Pemberitahuan biasanya tidak disingkat. Penyingkatan Surat Pemberitahuan menjadi SPT terasa perlu dalam bahasa informal karena pengungkapan Surat Pemberitahuan terlalu panjang.

Dalam UU KUP pasal 1 angka 11, definisi SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban. Dari definisi ini, kita bisa menyimpulkan bahwa SPT tidaklah harus ada pembayaran pajaknya.

Lalu Fungsinya SPT itu buat apa?

Seperti yang sudah disinggung diatas, fungsi SPT ini kurang lebih adalah untuk melaporkan rincian perhitungan pajak yang menjadi kewajiban wajib pajak. Biar bisa dicek, pajak yang disetor sudah betul sesuai ketentuan atau belum, sudah wajar belum jika dibandingkan dengan kondisi usahanya,  kalo pajaknya kurang ya ditagih lagi sama kantor pajak, kalau lebih ya boleh diminta balik (restitusi).

Kalau ngisi SPT nya ga jujur gimana? Kan dari sekian banyak yang ga jujur pasti ada yang jujur, masa semua wajib pajak ga ada yang jujur? Jadi dari yang jujur-jujur itu, SPT-nya bisa dibandingkan, ketahuan deh mana yang ga wajar. Tinggal ditagih sama kantor pajaknya.

Saat ini, untuk penyetoran pajak yang tidak ada perhitungan dasar pengenaan pajaknya tidak perlu lapor. Cukup dengan membayar saja ke bank. Pajak tersebut adalah PPh Pasal 25. Penghitungan PPh Pasal 25 hanya dilakukan sekali yaitu pada SPT Tahunan PPh kecuali untuk Wajib Pajak tertentu seperti BUMN dan lembaga perbankan. Selain PPh 25, ada juga PPh final 1% (PP-46) yang di SSP nya sudah tercantum Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) juga ga perlu lapor ke Kantor Pajak.

Seiring dengan perkembangan teknologi, DJP terus melakukan inovasi dalam memberikan kemudahan pembayaran dan pelaporan pajak. Inovasi tersebut diantaranya:

  • Pembayaran, pembayaran bisa dilakukan di bank/kantor pos yang ditunjuk diseluruh Indonesia dengan menggunakan SSP,  bisa juga dilakukan tanpa SSP, yaitu melalui atm dan billing system.
  • Pelaporan, pelaporan pajak bisa dilakukan di mana saja, bisa dilakukan dengan menyampaikan ke KPP atau KP2KP, Pojok Pajak atau dropbox diseluruh Indonesia, bisa juga disampaikan melalui pos tercatat atau jasa ekspedisi, atau bagi karyawan bisa lapor via online atau yang dikenal dengan e-filing.

Lalu, jika tidak bersentuhan dengan SSP, apakah bisa dikatakan tidak membayar pajak?

Sederhananya ya begitu, mungkin saja anda hanya free rider (penumpang gelap, dapat fasilitas tanpa ikut berkontribusi) di negara ini. Ibarat penumpang kereta api tanpa tiket.

Tapi tunggu dulu. Meskipun tidak membayar pajak ke bank, ada kemungkinan pajak anda dipungut pihak ketiga. Inilah yang dinamakan dengan withholding tax. Withholding tax menjadikan pajak menjadi lebih efisien sehingga seorang karyawan tidak perlu repot ke bank untuk bayar pajak. Withholding tax juga sesuai dengan azas pemungutan pajak, pay as you earn.

Berapa kontribusi anda untuk negara ini, jika penghasilan anda semata-mata dari satu pemberi kerja? lihatlah pada jumlah PPh yang telah dipotong pada formulir 1721A1 atau 1721A2.

Demikian penjelasannya, semoga bermanfaat. bila masih ada pertanyaan, silakan tinggalkan komentar, atau menghubungi Account Representative (AR) anda atau telp ke kring pajak 021-500200



Demikianlah Artikel Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?

Sekianlah artikel Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT? dengan alamat link https://membaca-dot.blogspot.com/2014/10/kenapa-ya-sudah-setor-masih-harus-lapor.html

0 Response to "Kenapa ya sudah setor, masih harus lapor SPT?"

Posting Komentar